Jakarta – Koalisi 212 menunjukkan kecenderungan berpolitik dengan kembali mengangkat politik identitas melalui eksploitasi SARA, politisasi agama malah mulai merambat ke politisasi Masjid.

Langkah politik tersebut mencoreng demokrasi di Indonesia dan hanya mengarahkannya pada perpecahan NKRI, untuk itu masyarakat diminta untuk waspada dan tidak terprovokasi.
Jangan sampai hal tersebut menimbulakan perpecahan bangsa hanya untuk kepentingan politik kelompok tertentu.
Berlangsungnya tahapan-tahapan dalam menghadapi Pilkada Serentak 2018, Kelompok 212 yang sebelumnya menggaungkan seruan bela agama, saat ini semakin menunjukkan eksistensinya dalam kegiatan-kegiatan di dunia politik.
Koalisi 212 makin nyata memperlihatkan kecenderungan berpolitik untuk memenangkan salah satu paslon Pilkada seperti yang sebelumnya pernah dilakukan pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.
Adanya rencana koalisi 212 untuk menduduki 1.200 masjid di Indonesia sebagai basis gerakan politik pemenangan Pilkada 2018 di Jateng merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan dan dilarang. Masjid bukan tempat untuk diduduki dan dijadikan panggung politik.
Masa 212 pun jangan mau terprovokasi dan dimanfaatkan hanya untuk memperbanyak perolehan suara dalam Pilkada nanti.
Rencana tersebut diduga merupakan strategi pemenangan Paslon tertentu untuk memenangkan Pilgub Jateng 2018 dengan meniru gerakan/strategi di DKI Jakarta dengan mengangkat politik identitas melalui sentimen SARA.