Dalam orasi bertajuk “Mendengar Suara Rakyat” di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Sabtu, 9 Juni 2018, Agus Harimurti Yudhoyono (Ketua Kogasma Partai Demokrat) menyoroti dan mengkritisi program “Revolusi Mental” yang diusung pemerintahan Presiden Jokowi. Menurut AHY, program Revolusi Mental yang dicanangkan Jokowi tersisih dengan pembangunan infrastruktur yang digalakkan oleh pemerintah Jokowi. AHY menganggap Presiden Jokowi lebih memperhatikan pembangunan infrastruktur dan konektivitas antarwilayah.

Sepintas apa yang dikatakan AHY ini memang bagus dan bisa jadi kritik membangun untuk Jokowi beserta jajarannya. Tapi jujur saya pribadi ngakak nggeblak saat mencari data dan fakta yang terjadi di masa pemerintahan ayahanda AHY yaitu SBY. Pembangunan infrastruktur sangat lambat bahkan banyak yang mangkrak. Revolusi mentalpun hancur dengan banyaknya menteri-menteri di masa pemerintahan SBY yang terlibat korupsi dan sedang menjalani hukuman penjara saat ini.
Berbeda jauh dengan pembangunan infrastruktur di era Jokowi yang sangat masif dan bermanfaat. Sudah bisa dirasakan juga hasilnya sekarang ini terutama saat mudik Lebaran. Berjuta-juta ucapan “Terima kasih Pak Jokowi” bertaburan di mana-mana mulai dari jalan-jalan di dunia nyata sampai di medsos. Ucapan terima kasih setulus hati itu mewarnai libur hari raya kali ini, membuat kejang-kejang gerombolan para kampret beserta pentolan-pentolannya, pencetus tagar #2019GantiPresiden. Kalah telak ni yeeeee…… Malu mengakui tapi butuh lewat di situ. Akhirnya dengan tidak tahu malunya mereka tetap mengklaim merasa memiliki yang penting bayar. Aiiihhhh….. Mental pecundang tak tahu malu ya seperti itu.
Jika mengacu pada revolusi mental para pejabat, yang bisa dengan mudah dilihat dan disoroti adalah dia korupsi atau tidak. Data dan fakta korupsi di era Jokowi dan SBY sangat berbeda jauh. Korupsi anak buah Presiden (dalam hal ini menteri sebagai orang-orang yang langsung berada di bawah Presiden selaku orang yang menugaskan mereka di kabinet), di masa pemerintahan SBY jauh lebih banyak daripada masa pemerintahan Jokowi. Mental korup sarat memenuhi masa pemerintahan SBY. Sementara mental tak tahu berterima kasih jelas terlihat juga dari pihak rival Jokowi. Nyinyir terus kerjaannya. Menghujat, mencaci maki dan memfitnah adalah hobinya.
Kalau sudah begini ceritanya, berarti AHY cuma bisa mengkritik Jokowi tanpa mau berkaca Bapaknya sendiri seperti apa. Kritikan semacam ini jelas kritikan asal ngablak ngga pake ngaca. Malu dong jadinya. Itupun kalau masih punya malu sih. Hehehe……
Sudah bukan rahasia lagi jika ada 5 Menteri Kabinet Indonesia Bersatu SBY yang dipenjara dengan berbagai macam kasus. Kelima menteri tersebut adalah Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Menteri Pariwisata serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Menteri Agama Suryadharma Ali, Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Alfian Mallarangeng, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah.
Belum lagi ditambah dengan kasus-kasus korupsi yang dilakukan kader-kader Partai Demokrat yang diketuai oleh SBY. Kalau begini caranya, revolusi mental macam apa yang sudah dicontohkan dan diperjuangkan oleh SBY??? Bisakah AHY menjawabnya???
Pertanyaan selanjutnya adalah, jika pembahasan revolusi mental mengacu pada karakter santun dan berbudi pekerti. Santun dan berbudi pekertikah seorang Mantan Presiden yang terus menerus baperan lewat serangkaian konpers yang juga mengandung unsur menyerang pemerintah yang sah di negara ini??? Lucunya, setelah diserang balik, Pak Mantan ini tambah baper lagi tanggapannya. Apakah tindakan seperti ini masuk dalam kategori sopan dan berbudi pekerti bagi AHY???
Seharusnya AHY bisa menyadari, Jokowi menginginkan terjadi revolusi mental di masa pemerintahannya adalah sebagai akibat dari banyaknya kejadian-kejadian di masa lalu yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia yang adalah bangsa yang santun, berbudi pekerti dan suka bergotong royong. Dan kejadian-kejadian tak mengenakkan itu termasuk di masa pemerintahan SBY, ayah AHY.
Belum lagi soal e-KTP yang gelagatnya bakal menyeret banyak korban. Jika mau diruntut ke belakang, persoalan mega korupsi e-KTP ini terjadi di masa pemerintahannya siapa??? Semoga AHY bisa berbesar hati menjawabnya.
Akupun jadi berpikir, AHY ngablak menyerang Jokowi soal revolusi mental tanpa mau berkaca pada kasus-kasus di masa pemerintahan ayahnya, bisa jadi karena AHY memang sedang mencari perhatian Jokowi agar masuk dalam bursa cawapres untuk pilpres 2019 nanti. Minimal diajak bergabung jadi apalah di pos-pos strategis.
Jika suatu saat nanti Jokowi benar-benar mengajak AHY untuk menjadi cawapres atau masuk dalam jajaran cabinet Jokowi, masih akankah AHY berkoar-koar tentang revolusi mental menyerang Jokowi seperti ini lagi??? Biarkan waktu yang membuktikannya.
Sumber: Seword