JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengemukakan, pemerintah sudah mengucurkan Dana Desa sebesar Rp187 triliun sejak 2015 lalu. Rinciannya: tahun 2015 sebesar Rp20,7 triliun. Tahun berikutnya, 2016 meloncat menjadi Rp47 triliun. Tahun 2017 menjadi Rp50 triliun, 2018 naik lagi menjadi Rp60 triliun, dan 2019 ini Dana Desa naik menjadi Rp70 triliun plus Dana Kelurahan Rp3 triliun, sehingga keseluruhanya mencapai Rp73 triliun.

“Artinya, sampai kemarin 2018 akhir di Desember sudah Rp187 triliun yang kita kucurkan kepada desa-desa di seluruh tanah air,” kata Presiden Jokowi saat menghadiri acara Sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, di Alun-alun Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Jumat (04/01/2019) siang.
Mengenai hasil pengucuran Dana Desa itu, Presiden mengatakan, di seluruh tanah air telah terealisasi jalan desa sebanyak 191 ribu kilometer (km), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) ada 24.000 yang telah diselesaikan. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ada 50.000 yang telah selesai dari dana desa, pasar desa ada 8.900.
“Pasar desa itu penting sehingga produk-produk petani produk nelayan bisa masuk kesana bisa dijual baik ke kota baik juga kepada konsumen langsung,” jelas Presiden.
Irigasi, menurut Presiden, ada 58.000 yang telah dibangun dari Dana Desa di seluruh tanah air. Embung ada 4.100 yang telah dibangun. “Artinya, dana ini betul-betul menetas dipakai oleh desa itu netes. Sehingga kalau tadi Pak Bupati menyampaikan ditambah juga dari kabupaten ya layak,” ujarnya.
Kepala Negara meminta kepada pendamping desa agar komunikasi dengan kepala desa itu menyambung, dan kalau ada yang macam-macam diingatkan.
“Pak Kades hati-hati pak kades, dana ini diawasi, saya mungkin mata saya mungkin cuma 2, tapi intelijen saya banyak sekali. Intelijen saya siapa sih rakyat. Jangan sampai ada yang masuk ke kuping saya, pak dari Rp1,3 miliar yang dikerjain hanya Rp 300 juta, nah hati-hati. Hati-hati. Semuanya gunakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan,” tutur Presiden.
Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mendampingi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam sosialisasi prioritas penggunaan dana desa tahun 2019.
Menurut Eko, pelaksanaan program Dana Desa saat ini berjalan cukup baik meskipun sempat mengalami tantangan dan masalah pada awal-awal mulai dikucurkannya pada 2015.
“Sehingga di tahun pertama, dari Rp 20,67 triliun yang dialokasikan hanya 82% yang berhasil diserap. Namun dengan komitmen kuat dari seluruh perangkat desa, pemerintah provinsi, kabupaten, dan dukungan pendampingan yang terus ditingkatkan dan juga dukungan dari Kepolisian RI, kejaksaan, BPKP dan BPK, maka dari tahun ke tahun tata kelolanya terus membaik. Hal ini bisa dilihat dari penyerapan Dana Desa yang juga terus membaik,” kata Eko dalam keterangan tertulis, Jumat (4/1/2018).
Permasalahan terjadi karena pada awalnya kepala desa dan perangkat desa belum mempunyai pengalaman mengelola keuangan negara. Desa pun belum mempunyai perangkat yang lengkap untuk mengelola keuangan negara. Penyebab lainnya adalah kondisi geografis dan infrastruktur dasar yang menyulitkan di banyak desa.
Eko juga menyebutkan manfaat dana desa selama 4 tahun hingga saat ini telah mampu menunjukkan hasil terbaiknya. Hal ini dibuktikan dengan telah terbangunnya sarana dan prasarana penunjang aktivitas ekonomi masyarakat.
Di antaranya adalah 1.140.378 meter jembatan, 191.600 km jalan desa, 8.983 unit pasar desa, 37.830 unit kegiatan BUMDesa, 4.175 unit embung desa, 58.931 unit sarana irigasi, dan sarana prasarana penunjang lainnya.
Selain itu, dana desa juga telah digunakan untuk membangun sarana prasarana penunjang kualitas hidup masyarakat desa melalui pembangunan 959.569 unit sarana air bersih, 240.587 unit MCK, 9.692 unit Polindes, 50.854 unit PAUD, 24.820 unit posyandu, 29.557.922 unit drainase, dan 45.169 unit sumur bor.
Adanya berbagai program dari pemerintah pusat untuk desa pun menyebabkan penurunan jumlah desa tertinggal dan meningkatnya jumlah desa berkembang dan mandiri.
Berdasarkan data hasil pendataan Potensi Desa (Podes) 2018 oleh BPS tercatat jumlah desa tertinggal mengalami penurunan sebesar 6.518 desa dari 19.750 desa pada 2014 menjadi 13.232 desa pada tahun 2018.
Sedangkan untuk desa berkembang mengalami peningkatan sebesar 3.853 desa dari 51.026 pada 2014 menjadi 54.879 desa pada 2018. Begitu juga dengan desa yang berstatus desa mandiri yang mengalami peningkatan dari 2.894 desa pada 2014 menjadi 5.559 desa pada 2018.
Menurut Eko, penurunan desa tertinggal dan peningkatan desa berkembang serta mandiri telah menjadi keberhasilan Kemendes PDTT yang menargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yakni mengentaskan 5.000 desa tertinggal dan meningkatkan 2.000 desa berkembang dan mandiri.
“Target RPJMN sampai tahun 2019 telah terlampaui pada tahun ini untuk desa tertinggal dan berkembang serta mandiri pada tahun 2018 ini. Tentunya itu semua berkat kerja keras dari semua pihak, baik dari pemerintah daerah maupun pemerintahan desa yang telah bekerja keras dalam memastikan program dana desa maupun program kementerian lainnya berjalan dengan baik,” katanya.
Dari keberhasilan dalam RPJMN tersebut, Eko pun optimistis bahwa status desa tertinggal pada 10 tahun ke depan akan terhapuskan jika semangat untuk membangun desa bisa terus dipertahankan.
“Tentunya masih banyak desa tertinggal, pekerjaan belum selesai. Makanya kita terus kerja keras, wajib untuk kita teruskan. Kalau keberhasilan ini kita pertahankan, saya yakin 10 tahun ke depan sudah tidak ada lagi desa tertinggal,” katanya.
Eko juga menyampaikan bahwa atas permintaan Presiden Jokowi, pemerintah akan mengirimkan sejumlah kepala desa dan pendamping desa untuk studi banding ke luar negeri. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan perluasan wawasan terkait dengan pembangunan desa pada tahun 2019 mendatang.
Menurutnya, pada 2019 mendatang pemerintah akan lebih fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dengan studi banding, para kepala desa dan pendamping desa bisa menambah wawasan dalam menciptakan suatu ide. Mereka juga bisa lebih berinovasi untuk membangun desanya pasca studi banding ke negara yang lebih maju.
“Nanti mereka bisa belajar bagaimana pengelolaan pertanian dan juga pelaksanaan badan usaha di desa yang berhasil di negara lain serta keberhasilan lainnya yang bisa dijadikan contoh untuk desanya,” lanjutnya.
Mengenai alokasi anggaran, Eko menyebut bahwa alokasi anggaran diperkirakan akan mencapai Rp 1 triliun. Namun alokasi anggaran tersebut nantinya diambil bukan dari dana APBN, melainkan dari kerja sama dengan bank dunia yang memiliki program untuk pemberdayaan masyarakat.
“Kita sudah kerja sama dengan Bank Dunia dan kita akan membicarakan terkait dengan studi banding keluar negeri ini. Rencananya, kita akan kirim ke negara seperti Thailand, Korea, Jepang dan Malaysia,” katanya.
Lebih lanjut, Eko menyampaikan pelaksanaan Dana Desa di Provinsi Jawa Timur selama 4 tahun pun telah berhasil membangun 25.441.630 meter jalan desa, 223.171 meter jembatan, 12.781 unit air bersih, 1.911 unit polindes, 6.645 unit irigasi, 3.577.955 meter drainase, 112 unit tambatan perahu, 160 unit embung, 34.926 unit MCK, 1.542 unit pasar desa, 4.109 unit PAUD, 1.657 unit posyandu, 990 unit sumur, 21.713 unit penahan tanah, dan 1.948 unit sarana olahraga.
Eko juga menyatakan pembangunan desa yang masif telah menurunkan persentase kemiskinan desa di Jawa Timur. Sepanjang tahun 2014 hingga 2018, penurunan persentase kemiskinan di Provinsi Jawa Timur mencapai 1,44% dengan penurunan persentase kemiskinan di desa mencapai 0,21%.
Ada pula Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur pada 2018 mencapai 3,99%. Angka tersebut turun 0,48% jika dibandingkan tahun 2015. Selain kemiskinan dan pengangguran, ketimpangan desa di Jawa Timur juga lebih rendah daripada di kota. Persentase stunting juga menurun selama 2013-2018.
“Dengan hampir tercukupinya infrastruktur dasar di banyak desa, maka prioritas penggunaan Dana Desa perlu mulai diarahkan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan ekonomi desa. Diharapkan program pemberdayaan masyarakat dan ekonomi akan mempersiapkan desa-desa menjadi desa yang mandiri,” ungkap Eko.
Sementara itu, Jokowi menyampaikan bahwa anggaran dana desa yang digelontorkan setiap tahunnya tidak pernah mengalami penurunan. Dari Rp 20,67 triliun pada 2015 meningkat menjadi Rp 46,98 triliun pada 2016, lalu menjadi Rp 60 triliun pada 2017 dan 2018 sebesar Rp 60 triliun. Sedangkan untuk tahun 2019 akan dinaikkan menjadi Rp 70 triliun.
“Saya ingin dana desa naik terus. Karena dari hasil survei yang kita lakukan terdapat 85% masyarakat puas terhadap pengelolaan dana desa dan hasil manfaat bagi masyarakat dan bagi desa,” kata Jokowi.
Ia pun berpesan kepada seluruh kepala desa agar pemanfaatan dana desa yang sebelumnya lebih cenderung ke pembangunan infrastruktur dapat dialihkan ke pemberdayaan masyarakat desa dan pemberdayaan ekonomi.
“Dalam 4 tahun kita fokus ke infrastruktur. Tapi tahun ini, saya berharap bisa digeser pada pemberdayaan ekonomi dan membuat inovasi baru di desa, misalnya pengembangan wisata desa. Saya berikan contoh di ponggok yang setahun ini omzetnya mencapai Rp 14 miliar. Oleh sebab itu, liat di sini (Trenggalek) ada potensi apa yang bisa dikembangkan. Kalau ada, pikirkan potensi itu. Ini yang perlu kita pacu agar pemberdayaan ekonomi itu betul-betul bisa meningkat,” lanjut Jokowi.
Ia juga mengingatkan kembali bahwa penggunaan dana desa harus dikosentrasikan ke pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat desa, serta lebih mengarah ke inovasi desa.
“Selama 4 tahun ini kita berkosentrasi di infrastruktur, sarana dan prasarana di desa. Diharapkan ke depan kita mulai geser ke arah pemberdayaan ekonomi, ke pemberdayaan masayarakat desa, ke inovasi desa. Misalnya, banyak desa yang bisa dikreasi jadi tempat wisata. Banyak potensi yang ada di desa yang bisa dikreasikan untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa,” pungkas Jokowi.