JAKARTA – Dosen Senior FISIP Universitas Indonesia (UI) Iriani Sophiaan mengungkapkan radikalisme makin tumbuh subur di kampus-kampus, termasuk di Kampus UI. Hal itu diketahui berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Iriani atau disebut Errie.

Menurut Errie, pola perekrutan dan kaderisasi kelompok-kelompok radikal di kampus-kampus mengikuti pola-pola yang pernah dilakukan NAZI dan PKI. Mereka menggunakan metode “cuci otak” dengan menggunakan cara-cara yang biasa dilakukan di dunia intelijen. Sementara sistem perekrutan dan kaderisasi mirip gayanya dengan sistem perekrutan partai komunis dulu.
Untuk mencegah radikalisme dan ekstrimisme pemerintah saat ini secara tegas mulai kembali menguatkan empat pilar fondasi negara: Pancasila, UUD ’45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
“Saya lihat Presiden Jokowi serius menguatkan negara dari ancaman radikalisme dan ekstrimisme. Meski upaya itu terbilang cukup sulit karena selama ini terkesan ada pembiaran,” kata adik kandung Sophan Sophiaan ini yang juga mendalami kajian intelijen.
Ia menambahkan, radikalisme juga telah menguras banyak waktu anak-anak sekarang bersama gawai ketimbang belajar dan membaca buku. Setiap hari anak-anak selama “hampir 24 jam” memegang handphone.
Dari pola hidup seperti itu mereka banyak menemukan informasi tanpa bimbingan. Perubahan besar terjadi. Anak-anak kehilangan adab. Banyak anak-anak yang sudah tidak takut lagi dengan orangtua dan guru-guru.
Ia melanjutkan, berita-berita dari seluruh dunia, terutama konflik perang yang terjadi di Timur Tengah, melalui pemberitaan televisi seperti CNN, BBC, Al-Arabiya, Al Jazeera dan lainnya. Banyak hoax dari konflik perang di Timur Tengah yang diadopsi ke Indonesia sebagai berita-berita hoax terkait unsur SARA yang dapat meresahkan masyarakat Indonesia.
Ia menyarankan pemerintah untuk hadir dan mengkomando jajarannya untuk memberantas propaganda konflik Timur Tengah, yang ingin dijadikan isu sektarian di negeri ini. Pemerintah juga harus bersatu padu dalam menanggulangi radikalisme dan ekstrimisme yang saat ini sudah mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.