JAKARTA – Menjelang Pemilihan Presiden 2019 mendatang, arus politik semakin aneh. Politik identitas dengan mengangkat agama kembali didengungkan hanya demi kepentingan kelompok tertentu.

Salah satu provokasi yang dilakukan oleh sekelompok orang adalah Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Ulama, Alumni 212 dengan perwakilan ulama lainnya, meminta empat partai politik bersatu dalam satu visi dalam menghadapi pemilihan presiden (pilpres) 2019 mendatang. Keempat parpol itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Keinginan ulama ini disampaikan dalam pertemuan di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Senin (9/7).
Presiden PKS Sohibul Iman mengakui pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu membicarakan banyak hal terkait permasalahan bangsa, terutama soal pemilihan presiden. PKS siap meneruskan keinginan dari para ulama untuk mencari sosok calon pemimpin nasional di Pilpres nanti.
Pendapat senada disampaikan oleh Ketua GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak dan Ketua Umum Wahdah Islamiyah Muhammad Zaitun Rasmin. PKS dinilai para ulama itu akan melanjutkan perjuangan para ulama untuk pilpres dan pileg mendatang.
Selain nama-nama di atas, hadir pula Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) KH Sobri Lubis, Munarman, dan Muhammad Al Khaththat.
Pernyataan ulama ini harus disadari oleh masyarakat dan sebaiknya tidak terprovokasi oleh Ulama GNPF, FPI, Alumni 212 serta 4 parpol yaitu PKS, Gerindra, PAN dan PBB untuk mengikuti kemauan dan pemikiran mereka. Saat ini umat dijadikan alat untuk mewujudkan tujuan mereka. Masyarakat haru menandai, menghindari partai politik dan Ulama yang suka provokasi umat untuk politik.
Sebuah kondisi yang ironis karena petinggi GNPF dan FPI dengan sebutan Ulama tetapi kerjanya menghasut umat supaya ribut dan hanya fokus mengurusi dunia. Ulama GNPF dan FPI seharusnya mengajarkan kebaikan kepada pengikutnya bukan justru ikut bermain politik dengan tujuan mengalahkan Jokowi. Mereka menggunakan agama sebagai alat politik