JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mencatat terdapat lima tantangan struktural utama yang perlu dibenahi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi agar lebih berkualitas, termasuk memperkuat mitigasi risiko.

Lima tantangan yang dimaksudkan yaitu tantangan pertama terkait daya saing ekonomi yang belum kuat, baik yang terkait infrastruktur, institusi, inovasi, maupun modal manusia. Kedua, kapabilitas industri yang terbatas seperti tercermin pada struktur ekspor berbasis komoditas disertai impor yang berorientasi domestik.
Ketiga, pembiayaan ekonomi secara umum juga masih terbatas dengan sumber pembiayaan dari pemerintah dan luar negeri yang masih cukup tinggi. Struktur perekonomian tersebut menyebabkan perekonomian domestik secara persisten mengalami defisit ganda di sisi fiskal dan neraca transaksi berjalan.
“Sehingga belum dapat merespons secara optimal pemulihan ekonomi global yang terjadi,” kata Deputi Gubernur BI Sugeng, dalam sambutannya, di acara Diseminasi Buku LPI 2017 dengan tema ‘Mengoptimalkan Momentum, Memperkuat Struktur’, di Semarang.
Tantangan keempat, lanjut dia, muncul dari perkembangan ekonomi digital yang berpotensi mengubah lanskap sektor riil dan sektor keuangan dalam jangka menengah. Kelima, tantangan ekonomi inklusif yang tidak hanya berupa pemerataan hasil namun juga pemerataan partisipasi dalam pembangunan.
“Mencermati momentum dan tantangan tersebut, lalu apa respons kebijakan kita? Secara ringkas, kebijakan makroekonomi 2017 difokuskan untuk mengoptimalkan momentum pemulihan dengan tetap memperkuat struktur perekonomian,” ujarnya.
Respons kebijakan secara nasional ditempuh melalui sinergi kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan makro-mikroprudensial, dan kebijakan reformasi stuktural termasuk melalui kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah.
Menurut dia, stabilitas makroekonomi yang terjaga telah memberikan ruang bagi BI untuk mendukung proses pemulihan ekonomi melalui pelonggaran kebijakan moneter secara berhati-hati dan terukur. Pada paruh pertama 2017, suku bunga kebijakan BI7DRR masih dipertahankan pada 4,75 persen.
“Ruang pelonggaran moneter kemudian terbuka pada paruh kedua 2017 seiring dengan penurunan risiko di tengah stabilitas makroekonomi yang terjaga yang direspons dengan menurunkan BI7DRR sebesebesar 50 bps, masing-masing 25 bps pada Agustus dan September 2017,” tuturnya.
Selain itu Bank Indonesia juga melanjutkan reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter yang telah dimulai di 2016 dengan implementasi Giro Wajib Minimum (GWM) rata-rata sejak Juli 2017.