JAKARTA – Progres 98 siap melaporkan para petinggi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), termasuk Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, ke Bareskrim Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Ketua Progres 98, Faizal Assegaf, laporan tersebut berisi dugaan pemerasan dan politik transaksional dalam proses pengeluaran rekomendasi bagi bakal calon yang akan diusung di Pilkada serentak 2018.
“Politik transaksional ini tercermin dari adanya permintaan sejumlah uang kepada para bakal calon yang berharap dan ingin diusung oleh partai itu di Pilkada serentak 2018, baik di tingkat provinsi (Pilgub), maupun di tingkat kabupaten (Pilbub) dan kota (Pilwalkot),” kata Ketua Progres 98 Faizal Assegaf saat jumpa pers di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (11/1).
Faizal menyebutkan jika jumlah transaksi itu beragam, ada yang Rp2 miliar, Rp3 miliar dan Rp173 miliar.
Ia menyebut, politik transaksional di tubuh Gerindra ini terjadi hampir di semua daerah, dari Sabang sampai Papua. Salah satunya di Jawa Timur dan menimpa Ketua Kadin Jawa Timur, La Nyalla Mahmud Matalitti.
Faizal menyebutkan bukti berupa rekaman pembicaraan antara bendahara Tim La Nyala, Tubagus Daniel Hidayat, dengan salah satu petinggi Partai Gerindra berinisial F yang dalam rekaman itu menyebut-nyebut permintaan uang hingga Rp173 miliar bila La Nyalla ingin mendapatkan rekomendasi dari Prabowo untuk diusung di Pilgub Jatim 2018.
Selain F, terdapat Ketua DPD Partai Gerindra Jatim yang juga wakil ketua Komisi XI DPR RI, Soepriyatno. Diduga ketiga orang ini merupakan makelar kasus rekomendasi di tubuh Partai Gerindra.
“Saya tidak tahu apakah mereka ini penyusup yang ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari Gerindra dan merusak nama Gerindra dari dalam, atau memang dipelihara dan dibina oleh Prabowo. Laporan kami nanti merupakan kesempatan bagi Prabowo untuk memberikan klarifikasi,” ujarnya.
Faizal mengatakan, selain membawa kasus ini ke jalur hukum, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan ulama, khususnya ulama yang terlibat dalam Aksi Bela Islam dan tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-MUI yang kini berganti nama menjadi GNPF-Ulama. Alasannya, La Nyalla satu dari lima alumni Aksi Bela Islam yang direkomedasikan secara khusus kepada koalisi tiga partai, yakni PKS, PAN dan Gerindra, untuk diusung di Pilkada serentak 2018.
Tubagus Daniel Hidayat, Kader Partai Gerindra mengatakan terkait politik transaksional dalam proses pengeluaran surat rekomendasi di tubuh Gerindra ini, yang membuat La Nyalla batal mejadi cagub di Pilkada Jatim 2018. Ia mengungkapkan, gar La Nyalla mendapatkan rekomendasi dari Prabowo untuk nyalon sebagai cagub di Pilkada Jatim 2018, pihaknya diminta menyiapkan uang hingga Rp500 miliar, dan itu disanggupi.
Ia bahkan mengaku pernah mengantar sendiri uang cash sebanyak Rp170 miliar ke Hambalang, atas permintaan markus rekomendasi di Gerindra. “Setelah uang saya kirim, oknum F malah minta tambah Rp500 juta hingga Rp1 miliar,” imbuhnya.
Ia mengaku sangat terpukul ketika kemudian Gerindra ternyata tidak memberikan rekomendasi kepada La Nyalla untuk maju sebagai cagub di Pilkada Jatim 2018. Padahal, permintaan F agar dirinya menyiapkan dana untuk saksi di TPS pun telah dipenuhi. Mereka telah menyimpan dana di bank dan cek senilai Rp70 miliar, namun baru dapat dicairkan pada 27 April 2018 nanti.
“Saat hari pencoblosan Pilkada. Cek itu sekarang masih ada di Prabowo,” katanya.
Ia menyebut ada 13 rekaman pembicaraan antara dirinya dengan F, juga dengan Soepriyatno, yang akan menjadi bukti laporan Progres 98, dimana salah satunya rekaman pembicaraan antara dirinya dengan F yang menyebut-nyebut permintaan uang hingga Rp173 miliar.