JAKARTA – Ketua Progres 98, Faizal Assegaf, menulis artikel provokatif mengenai pemerintah. Lucunya, artikel yang ditulis Faizal pada Januari 2017 dimuat kembali oleh abadikini.com pada Senin (22/1). Padahal, tulisan itu berpotensi menimbulkan instabilitas sosial-politik.

Dalam artikel berjudul “SBY Beri Sinyal ‘Lengserkan’ Rezim Jokowi”, Faizal membandingkan Presiden Joko Widodo dengan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sepuluh tahun pemerintahan SBY, nyaris tidak ada kegaduhan antar umat Islam dengan Polri, Istana dan kaum minoritas.
Namun, kondisi itu berbeda ketika Jokowi menjadi pemimpin negeri ini. Faizal mengatakan, Jokowi sebagai petugas partai dari PDIP yang memiliki kerjasama strategis dengan Partai Komunis Cina. Pemerintahan Jokowi kemudian dituding dengan kegaduhan dan aneka gejolak sosial politik yang kian hari makin mengkhawatirkan.
Faizal menyebut, kekacauan itu lantaran “rezim hoax” Jokowi terkesan menjalankan politik kriminalisasi dan premanisme terhadap ulama, tokoh aktivis, mantan jenderal TNI dan umat Islam.
Ia juga menulis jika SBY tidak pernah membalas aksi protes, penghinaan dan fitnah. Sementara Jokowi giat menggalang konsolidasi kekuasaan lintas elite untuk menciptakan politik adu-domba. Sebuah pendekatan “pemufakatan terselubung” melalui modus undangan makan siang di Istana Negara.
Sebuah tudingan yang konyol. Faizal sebagai pengamat politik menulis tanpa data. Ia menjadi pion kelompok anti-Jokowi dan analis superfisial yang hanya pintar mencari sensasi namun tidak memberikan nilai tambah apapun pada bangsa. Artikel yang ditulisnya, selalu bernada provokatif yang berpotensi menggiring opini masyarakat terhadap pemerintah. Kesan pemerintah memimpin secara otoriter selalu tersemat dalam tulisan Faizal.
Berikut tulisan lengkap Faizal:
Sepuluh tahun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY berkuasa, nyaris tidak ada kegaduhan antar umat Islam dengan Polri, Istana dan kaum minoritas.
Dinamika kehidupan umat beragama berlangsung sejuk, damai dan penuh toleransi. Tidak ada gesekan atau konflik horizontal yang memicu keresahan kehidupan rakyat.
Termasuk stabilitas politik-keamanan, SBY sangat hati-hati dalam merespon dinamika masyarakat. Lebih memilih pendekatan elegan, bijak dan bermartabat.
Begitu banyak reaksi protes, penghinaan dan segala fitnah keji kepada SBY, namun mantan Jenderal TNI AD tersebut membalas dengan senyum dan penuh kesabaran.
Kini setelah Jokowi tampil sebagai petugas partai dari PDIP yang memiliki kerjasama strategis dengan Partai Komunis Cina, situasi berubah total. Terjadi kegaduhan dan aneka gejolak sosial politik yang kian hari makin mengkhawatirkan.
Sumber kekacauan itu lantaran “rezim hoax” Jokowi terkesan menjalankan politik kriminalisasi dan premanisme terhadap ulama, tokoh aktivis, mantan jenderal TNI dan umat Islam.
Di waktu bersamaan, Jokowi giat menggalang konsolidasi kekuasaan lintas elite untuk menciptakan politik adu-domba. Sebuah pendekatan “pemufakatan terselubung” melalui modus undangan makan siang di Istana Negara.
Tapi SBY tidak tergiur oleh ritual makan siang ala Jokowi. Dengan tenang SBY lebih memilih mengambil jarak dan bersikap kritis. Hal itu membuat rakyat kagum dan makin bersimpati.
SBY menolak politik kompromi dengan rezim Jokowi yang kian hari dicurigai berbau komunis dan terkesan anti Islam.
Sang Jenderal TNI yang kharismatik dan berwibawa itu tampak tenang, namun intensif mengamati dan secara tulus berupaya merasakan denyut perasaan rakyat.
Dengan santun, SBY melalui akun twitternya mengirim pesan keprihatinan terhadap rezim Jokowi: “Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar “hoax” berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang?”
Signal SBY itu mengisyaratkan kepada seluruh komponen bangsa untuk bangkit dan bersatu mengakhiri situasi nasional yang kian kacau-balau. Tegasnya turun ke jalan, lengserkan rezim hoax Jokowi. Semoga para elite bangsa lainnya pun mulai tergerak !
Faizal Assegaf
(Ketua Progres 98)