JAKARTA – Budayawan sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus meminta umat muslim tidak terprovokasi dengan puisi putri Presiden Pertama RI, Sukmawati Soekarnoputri.

Menurut Gus Mus yang juga pendeklarasi Parati Kebangkitan Bangsa (PKB), masyarakat terlalu cepat merespon puisi Sukmawati. Padahal, puisi hanya merupakan produk karya sastra. Tentu saja, karya sastra ini akan memberi tafsiran berbeda. Jika sudah dilempar ke ranah publik, maka publik yang berhak menafsirkan.
Hingga saat ini, kata Gus Mus, cadar masih dalam perdebatan apakah syar’i atau bentuk budaya. Terdapat dua pendapat yang berbeda dalam hal itu.
Sementara terkait kidung Ibu Indonesia lebih elok dari alunan azan, menurut Gus Mus bisa jadi ketika Sukma membuat puisi mendengar suara azan dari suara seorang muazin yang tidak indah terdengar. Sedangkan saat mendengar kidung Ibu pertiwi dialunkan dengan indahnya, maka Sukma membuat sebuah perbandingan.
Dengan demikian, Gus Mus mengajak umat muslim untuk mengkritis dibanding menghujat dengan kata tidak elok.
Berikut kutipan tulisan Gus Mus:
Dalam merespon puisi #IBUINDONESIA sebagian teman kita sudah pada tahap #mencaci maki Ibu sukmawati dengan menyebutnya #NenekPeot, #MakLampir tak beragama, dan bahkan menyebutnya #penista syariat agama.
Sementara aku, masih asyik #kepo dibagian mana puisi tersebut #bermasalah?
Apakah karena ibu sukmawati dalam puisinya berujar
” Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu”
Apakah karena #penggal kalimat tersebut lantas beliau dihukumi #menista syariat Islam? Lalu bagimana status #cadar itu sendiri, apakah termasuk syariat atau bukan? Nyatanya smpai hari ini terdpt dua pendapat tentang cadar, satu mengatakan sbgai syariat yang satunya mengatakan hnya bagian produk budaya.
Dan bisa jadi ibu sukmawati sama spertiku mengambil pendapat yang kedua. Sebab itu karena sama-sama produk budaya maka dalam kontek ke-indonesia-an #konde lebih #sakral nilainya.
Atau apakah karena dalam puisinya Ibu sukmawati berujar
“Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan adzan mu”
Apakah karena penggal kalimat tersebut lantas beliau divonis menista syariat Islam? Perhatikan kalimatnya, disitu disebutkan “lebih merdu dari alunan adzan mu”.
Ibu sukmawati menggunakan kata #alunan bukan #nilai, disitu terdapat kata ganti “mu”, merujuk kepada siapa kata ganti ini? Bisa jadi ktika dalam proses penciptaan puisi Ibu sukmawati mendengar alunan adzan dari surau sebelah rumah yng mengalun dari bibir keriput mbah ngadiman, suaranya #melengking dan #garing.
Maka benar saja suara alunan adzan dari mulut mbah ngadiman kalah #merdu dari kidung ibu pertiwi. Kidung apa yang mrupakan produk ibu pertiwi? Bisa saja #DandangGulo yang mengalun dari suara emas sinden marsinah.
Kenapa yang adzan harus mbah ngadiman? Mungkin karena yang muda bersuara merdu kemerduannya tak lagi sisa telah habis buat #takbir disaat #demo, atau mungkin suaranya telah serak karena kebanyakan ngojahi lan ngocek’i Kyai.
Jadi akhirnya, puisi ini pun mnjadi #kritik tersendiri.
Ya, ktika sbuah karya sastra terlebih berupa puisi telah dilempar keranah publik, maka publik punya hak memberikan penafsirannya, namun kalian #TidakPernah mencoba #menafsiri atau #mengkritisi, kalian hanya #menghujat dan #memaki. Sebab hnya itu yang kalian bisa.