Jakarta – Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto mengatakan bahwa modal adalah aspek pertama yang selalu ia tanyakan pada siapa pun yang ingin maju lewat Gerindra.

Hal tersebut dikatakan Prabowo saat berpidato pada acara halal bihalal dan silaturahmi nasional di Pondok Pesantren Al–Ishlah, Bondowoso, pada 23 Juli 2017 lalu yang mana pidao tersebut dapat disaksikan dalam bentuk video di youtube dan media lainnya.
Menurut Prabowo, paling tidak calon gubernur mengeluarkan dana Rp300 miliar.
“Kalau ada yang mau nyalon gubernur, datang ke saya, apa pertanyaan pertama yang saya kasih ke dia? Ente punya uang enggak. Saya tidak tanya Anda lulusan mana, prestasinya apa, pernah nulmahar politikis buku apa? yang saya tanya ente punya uang berapa?” kata Prabowo.
Di sana Prabowo memang mengaku sedih karena banyak “orang pintar dan berakhlak” yang ingin maju pilkada, tapi tidak punya modal. “Banyak kolega saya di TNI. Jenderal yang tidak korupsi ya tidak punya uang,” katanya.
Prabowo kemudian mengatakan bahwa untuk maju jadi gubernur, modal yang dibutuhkan mencapai ratusan miliar.
“Kalau untuk jadi gubernur minimal Rp300 miliar. Itu paket hemat. Untung kita di Jakarta kemarin ya adalah Sandi [Sandiaga Uno] punya duit dikit lah. Tapi ada berapa orang kayak sandi?” katanya.
Pernyataan Prabowo tersebut senada dengan pengakuan Sandiaga yang mengaku menghabiskan dana lebih dari Rp100 miliar saat maju di Pilgub DKI Jakarta 2017.
Sebelumnya, La Nyalla Mahmud Mattalitti mengungkap bahwa dirinya dimintai uang sejumlah Rp. 40 miliar oleh Prabowo Subianto sebagai mahar politik untuk maju di Pilgub Jawa Timur 2018.
Untuk diketahui, kajian yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta bahwa pengeluaran aktual pilkada lebih besar dari Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) dan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK).
Data dari Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang dikutip KPK dalam kajian tersebut menyebutkan, ada empat sumber pengeluaran yang menyebabkan tingginya ongkos politik ini, yaitu: Pertama, biaya “perahu” pencalonan kepala daerah atau yang sering dikenal dengan mahar politik. Kedua, dana kampanye untuk politik pencitraan. Ketiga, ongkos konsultasi dan survei pemenangan. Keempat, praktik politik uang.